Saat Teduh Kristen hari ini: Juli 2020
Renungan
Hikmat telah menyatakan diri sebagai pribadi dan hari ini ia bersaksi tentang asal mulanya. Tuhanlah yang menciptakannya, jauh sebelum Allah menciptakan segala sesuatu lainnya. Apa artinya? Apa sebenarnya hikmat itu? Dalam arti yang paling dasar, hikmat itulah mengetahui apa yang benar dan mengungkapkannya dengan tindakan.
Jadi, dengan diciptakannya hikmat sebelum segala ciptaan lain Amsal maksudkan dua hal: pertama, Allah menciptakan segala sesuatu dengan hikmat, yaitu sesuai dengan rencanaNya yang baik. Itulah sebabnya pernyataan “Allah melihat bahwa semuanya itu baik” mengakhiri setiap peristiwa penciptaan. Artinya, semua telah diciptakan oleh Allah dengan hikmat, sebab hikmat Allah tidak terhingga. Hikmat Allah berlaku ketika Ia menciptakan segala sesuatu.
Kedua, ciptaan itu sendiri menyingkap dan memperagakan cara hidup yang hikmat, yaitu adanya tata tertib. Orang yang bijak mengenali prinsip ketertiban ini dan berusaha hidup sesuai penataannya. Umpama, bahwa orangtua memelihara dan mengasuh anak-anaknya. Itulah panggilan ciptaan yang ditanamkan oleh hikmat dalam hati sanubari manusia.
Jadi, tata bijak kehidupan adalah hidup dengan cara yang benar dan hal ini berlaku untuk semua manusia, bukan hasil budaya atau hasil keputusan perorangan. Hikmat berasal dari Allah dan kita meresapi seluruh ciptaan Allah.
Hikmat yang benar adalah memberlakukan pikiran dan kehendak Tuhan dalam hidup sehari-hari.
Bacaan Alkitab
Tuhan telah menciptakan aku sebagai permulaan pekerjaanNya, sebagai perbuatanNya yang pertama-tama dahulu kala.
Amsal 8:22
HARI JADI
Sebelum kita dilahirkan tentu kita berada dalam kandungan ibu, bukan? Namun dengan kemajuan iptek dan ilmu kedokteran sekaran, manusia telah mampu mempertemukan sel ibu dan sel ayah dalam tabung untuk membentuk sel bayi yang kemudian dicangkokkan dalam kandungan ibunya. Inilah apa yang disebut bayi tabung. Apakah dengan adanya bayi tabung keajaiban berkurang atau bahkan lenyap?
Pemazmur akan tetap menjawab: “Engkaulah, Tuhan, yang membentuk buah pingganggku, menenun aku dalam kandungan ibuku” (ayat 13). Inilah bahasa iman suatu pengakuan bahwa Tuhanlah yang berkarya dalam kandungan ibu dan bahwa Ia mengawasi proses pembentukan bayi itu. “MataMu melihat selagi aku bakal anak” (ayat 16), serunya dengan kagum. Oleh karenanya, pemazmur bersyukur kepada Allah: “Aku bersyukur kepadaMu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib”. Bagaimana dengan kita? Apakah dapat mengaku seperti pemazmur?
Mungkin Hari Jadi (= Hari Ulang Tahun) kita sudah lewat dan mungkin pula pada saat perayaan kita tidak berpikir seperti pemazmur. Kita lebih berpikir tentang perayaan atau pesta, tentang kado atau kue ulang tahun. Namun, sebagai anak Allah seharusnya pada perayaan Hari Jadi kita bersyukur akan saat kita dilahirkan karena itupun sudah tertulis dalam kitab Tuhan (ayat 16). Tuhan bukan saja mengatur hari-hari ulang tahun, tapi Ia juga mengatur hari-hari hidup kita, bahkan sampai hari-hari itu berhenti Dia tidak pernah meninggalkan kita. Dengan penuh keheranan pemazmur berseru: “Apabila aku berhenti, masih saja aku bersama-sama Engkau” (ayat 18). Dapatkah kita juga menyuarakan kekaguman ini?
Selidikilah kami, ya Allah, dan kenallah hati kami masing-masing. Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.
Bacaan Alkitab
Aku bersyukur kepadaMu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib …
Mazmur 139:14
Tambahkan komentar