Saat Teduh Kristen hari ini: Juli 2020
Renungan
Tema yang sering muncul di Amsal adalah nasihat untuk menjaga perkataan kita, ulah bibir atau lidah kita. Fokus hari ini: Biarlah orang lain memuji kita, jangan kita memuji diri kita sendiri. Saya mengenal seseorang yang banyak berbuat baik dalam masyarakat tetapi yang menjengkelkan justru dia menyombongkan perbuatannya setiapkali ia berbuat sosial. Dia memuji diri di depan umum. Apakah ia mungkin kuatir bahwa orang lain tidak akan melihat perbuatan baiknya?
Memang ada kalanya sulit untuk tidak memuji diri. Umpama, jika kita sedang diwawancarai untuk suatu pekerjaan dan calon bos kita bertanya: “Menurut Anda mengapa sebaiknya kami menerima Anda?” Tentu kita tidak akan menjawab: “Ya, sebaiknya saya diterima karena kadang-kadang saya malas dan biasa terlambat masuk kerja”. Sebaliknya, kita pasti akan menyebutkan kekuatan dan sisi-sisi baik kita yang positif.
Sebenarnya masalah memuji diri sendiri mencerminkan pandangan kita terhadap diri sendiri. Sebagian orang memuji diri untuk menyombongkan dirinya. Kesombongannya, menurut Amsal, adalah dosa. Sebagian orang lain memuji diri karena mereka memiliki masalah dengan dirinya sendiri. Oleh karenanya, mereka ingin membesarkan diri agar memperoleh penghargaan dari orang lain.
Sebagai orang bijak, kata Amsal, kita harus memiliki pandangan yang realistis terhadap diri sendiri, baik tentang kekuatan atau kelemahan kita. Oleh karena itu, sebaiknya kita berhati-hati bila kita berbicara tentang keberhasilan kita. Orang yang bijak tidak sombong atau menarik perhatian orang lain pada dirinya sendiri. Dapatkah kita bersikap demikian?
Orang yang bijak bersikap realistis, tidak menutup-nutupi kegagalannya dan tidak mengagung-agungkan keberhasilannya.
Bacaan Alkitab
Biarlah orang lain memuji engkau dan bukan mulutmu, orang yang tidak kaukenal dan bukan bibirmu sendiri.
Amsal 27:2
ANAK YANG MENYESAL
Apakah dosa? Dalam pikiran kita muncul: berdusta, mencuri, membunuh, atau berzinah. Memang itulah pengertian orang pada umumnya dan juga cocok bila diterapkan pada cara hidup anak bungsu, bukan? Namun, dia sebenarnya tidak disebut anak yang terhilang oleh karena dia telah memboroskan harta dengan hidup berfoya-foya. Tidak, dosa, menurut Alkitab adalah pemutusan hubungan antara Allah dan manusia.
Jadi, mungkin juga anak bungsu ini di negeri asing banyak berbuat baik, mungkin bahkan menjadi ketua Palang Merah dan bahkan telah memperoleh berbagai bintang penghargaan internasional. Dosa anak bungsu adalah karena dia meninggalkan rumah bapanya dan hidup di negeri asing. Jauh berarti hubungan dengan ayahnya terputus. Dia tidak lagi mau mengakuinya sebagai ayahnya. Ketika hidupnya menjadi sengsara dan melarat, dia mencoba mengatasi sendiri. Pokoknya: asal aku bisa makan dan hidup berjalan terus.
Syukurlah bahwa perumpamaan itu tidak berhenti di situ. Terjadilah penyesalan dalam diri anak bungsu itu setelah menyadari realitas hidupnya yang jauh dari ayahnya. Dia mulai ingat akan ayahnya dan juga bahwa dia telah kehilangan statusnya sebagai anak. Dia telah membuang haknya sebagai anak. Tapi, bagaimana juga rumah ayahnya menarik hatinya kembali. Dia menemukan jalannya kembali dan akan menghadapi yang paling menyakitkan dan menyedihkan, yaitu bahwa dia telah menolak kasih dan kebaikan ayahnya. Bagaimanakah sikapnya nanti? Dia tidak punya hak apapun, bukan?
Namun, kasih Allah meskipun tidak tampak, telah menariknya dengan kuat sekali dan membuatnya sadar: “Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebut anak bapa …” Itulah titik balik yang kita harapkan bagi setiap orang yang telah meninggalkan Allah Bapa karena alasan sesuatu.
Tuhan, sadarkan kami akan kesesatan kami, kesombongan kami dan keinginan kami untuk hidup menjauhi Engkau. Roh Kudus, tolonglah kami agar kami mau menyesal dan bertobat, kembali kepadaMu. Demi Yesus. Amin.
Bacaan Alkitab
Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa …
Lukas 15:19
Tambahkan komentar