Kasih Karunia Kristus dan kemenangan atas dosa

Kasih Karunia Kristus dan kemenangan atas dosa
Kasih Karunia Kristus dan kemenangan atas dosa

Sersan Jacob DeShazer salah seorang awak pesawat pembom. Saat Jepang dibom pada Perang Dunia II, pesawat DeShazer dilumpuhkan tembakan anti pesawat. Ia dan awak pesawat lainnya ditangkap dan ditempatkan di dalam sel berukuran lebar lima kaki dalam kamp tawanan. DeShazer diperlakukan dengan kejam. Hari demi hari kebenciannya memuncak, dan ia masih hidup untuk satu alasan yaitu membalas dendam kepada para penyiksanya.

Suatu hari sebuah Alkitab dibawa ke dalam penjara itu. Kitab itu dirotasi sampai akhirnya tiba di tangan DeShazer. Ia merenungkannnya dan ia tiba pada kata-kata Yesus, yang mengatakan, “Ya bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Lukas 23:23). Kebencian sebesar gunung di dalam diri Jacob DeShazer dicairkan dan diisi dengan Yesus Kristus, sehingga ketika perang usai ia menyadari bahwa Allah ingin dia kembali ke Jepang, bukan untuk membalas dendam, tetapi sebaliknya sebagai misionaris dan membawa kasih Kristus. Sersan DeShazer menang atas dosa yang membelenggu dalam dirinya ketika dalam kehidupannya ia menanggapi kasih Kristus secara pribadi.

Saudara, hal ini juga bisa terjadi pada kita, yaitu bahwa Kristus memberikan kepada setiap kita kemenangan atas dosa, pada saat kita menanggapi kasih karunia yang Ia berikan.

Apa yang Kristus lakukan dalam kasih karuniaNya sehingga kita dapat mengalami kemenangan atas dosa ?

Dua hal utama yang Kristus lakukan dalam kasih karuniaNya adalah :

1. Kasih Karunia Kristus Memanggil Orang Berdosa dari Segala Keadaannya (Matius 9:9,13)

Panggilan yang diserukan kepada orang berdosa merupakan bukti kasih karunia yang nyata atas manusia. Jikalau bukan berdasarkan kasih karunia, tidak ada satu bagian diri manusia yang mampu mencapai standar ilahi itu. Begitupun yang dialami oleh Matius, si pemungut cukai yang tidak pernah menduga dalam hidupnya bahwa ia akan mengalami karunia Allah yang besar itu. Matius menyadari kondisi dirinya di hadapan masyarakat, di hadapan para pemuka agama, di hadapan Yesus, tokoh yang menyembuhkan dan telah melakukan banyak mujizat itu.

Saudara, pada saat Tuhan Yesus melanjutkan perjalananNya setelah menyembuhkan orang lumpuh seperti diceritakan dalam perikop sebelumnya, Yesus melihat Matius waktu ia duduk di rumah cukai. Kemungkinan bahwa rumah cukai ini berada di jalan raya besar antara Damaskus dan Mesir.

Jabatan pemungut cukai pada zaman Yesus merupakan jabatan yang hina. Pemungut cukai dianggap oleh rakyat sebagai orang yang tidak jujur. Banyak pemungut cukai menerima uang suap dari kekayaan dan memalsukan pajak, mengambil lebih dan tidak sebanding dengan tarif yang telah ditetapkan. Hal ini dikarenakan warga negara bagian atau propinsi yang dikuasai oleh Roma dapat membeli hak monopoli dengan demikian mereka berhak mengadakan pajak atas rakyat dan para pendatang. Pemegang hak monopoli wajib menyerahkan sejumlah uang pajak kepada Roma dan selebihnya sebagai keuntungan pribadi pengumpul pajak.

Atas alasan demikianlah, Matius, seorang yang mengabdi pada Romawi melawan bangsanya sendiri dan dipahami sebagai pengkhianat bangsa. Bahkan menurut catatan seorang pelajar Yahudi, Alfred Edersheim, bahwa orang Yahudi golongan ini dipisahkan dari sinagoge dan dilarang masuk untuk mengadakan kontak sosial agama dengan sesama orang Yahudi.

Apa yang Tuhan Yesus lakukan terhadap diri Matius, orang berdosa yang dibuang oleh masyarakatnya ini? Ia berkata kepadanya: “Ikutlah Aku.

Ajakan ini mengandung pengertian Mari dan jadilah muridKu. Ini bukan menandakan bahwa Tuhan Yesus hanya sekedar mengundang Matius menjadi pengikutNya, akan tetapi panggilan itu lebih dalam lagi maknanya. Di sini terlihat Yesus mengambil inisiatif sekalipun orang yang dipanggil itu adalah orang yang tersisih dari masyarakat untuk menjadi muridNya. Hal ini menandakan penerimaan terhadap diri Matius.

Jika penilaian secara manusiawi, keadaan bagaimana yang membuat Matius dapat diterima bahkan dijadikan murid Yesus? Apakah karena harta kekayaan yang dia miliki? Atau karena dia memiliki sisi baik dalam dirinya? Apakah Tuhan melihat keahliannya dalam bidang menghitung uang? Sama sekali bukan, tidak ada apapun dari diri Matius yang dapat dibanggakan, panggilan itu semata-mata hanya kasih karunia Allah.

Renungan itu diberikan dan dinyatakan kepada Matius dalam keadaannya yang serba cemar, serba kekurangan, serba tidak layak. Sungguh indah dalam perkataan Yesus sendiri di ayat 13b, “Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.” Seolah-olah ini mengatakan bahwa Yesus datang tidak untuk mengundang orang yang sudah puas diri dan yakin tidak membutuhkan pertolongan, melainkan Yesus datang untuk mengundang orang yang benar-benar menyadari bahwa dirinya memerlukan seorang penyelamat. Orang-orang Farisi boleh menganggap diri mereka sempurna, tak bercacat, mereka boleh membanggakan diri atas persembahan yang dibawa ke rumah Allah. Namun apakah itu membuat Allah memberikan penerimaan yang lebih spesial daripada orang berdosa yang menyesal dan tidak tahu harus berbuat apa? Apakah dengan baju kebanggaan diri mereka, orang Farisi itu berkenan kepada Allah?

Tuhan Yesus mengetuk hati kita
Tuhan Yesus memanggil kita yang berdosa

Berkenaan dengan perhatian dan pengampunan Allah bagi orang berdosa yang mau bertobat, Alkitab pernah menceritakan bagaimana sesungguhnya Yesus mencari dan memanggil yang terhilang itu. Dalam perumpamaan domba yang hilang, dirham yang hilang, anak yang hilang. Gambaran diri Allah yang nyata dalam kasih karunia Yesus Kristus mencari, memanggil orang berdosa dari keadaan terhilang untuk dikasihi oleh Allah. Kasih karunia Allah inilah yang bekerja di tengah-tengah keadaan diri manusia yang apa adanya, penuh dengan kekurangan dan cemar, namun diundang untuk kembali pada Allah. Keadaan manusia yang apa adanya, sesungguhnya tidak berharga, miskin, jika ia dapat diselamatkan sesungguhnya sangat tergantung pada kuasa yang lebih besar dari luar dirinya.

Berbahagialah mereka yang miskin di hadapan Allah“, kata Yesus. Pada dasarnya, orang miskin datang dengan keadaan sebagaimana adanya, di dalam anugerah Allah mereka menemukan diri, diri sebagai orang yang tidak ada apa-apanya, hopeless. Orang yang datang dengan hati yang miskin di hadapan Allah tidak akan berpura-pura punya sifat baik, tidak punya keangkuhan dan memakai topeng pembenaran diri. Yesus tidak memasang papan persyaratan bagi mereka yang memenuhi kualifikasi panggilanNya. Namun sebagaimana manusia berdosa adanya, panggilan itu dinyatakan oleh Dia dengan penuh rahmat.

Ilustrasi:
Charlotte Elliot pernah menulis kalimat ini, “Allah melihat, Allah memimpin, Allah menjaga. Kasih karuniaNya mengelilingiku.” Pujian yang berjudul Just As I Am ini mengungkapkan sebenarnya manusia yang tidak berdaya oleh dosa diberi darah penebusan dan Allah sendiri memanggil kita untuk datang. Just As I Am, sebagaimana saya adanya, miskin, buta dan tersesat namun suara Allah memanggil untuk kembali padaNya.

Aplikasi:
Berapa banyak di antara kita telah menyadari dan mengakui diri kita membutuhkan Allah dan bergantung padaNya? Di saat Allah memanggil kita untuk datang, apakah kita masih tetap mempertahankan bahwa diri benar, bahwa diri kita cukup layak untuk dikasihi Allah? Atau di antara saudara, pernah melakukan kesalahan dan dosa yang sangat besar sehingga perasaan bersalah itu terus menerus menghantui dan sampai sekarang Saudara belum dapat memaafkan diri? Anda mungkin pernah dicemooh oleh keluarga atas perbuatan di masa lalu yang mempermalukan nama keluarga.

Saudara, saat ini Allah memanggil Saudara dan saya dengan keadaan kita masing-masing. Jika kasih karunia itu telah memanggil engkau dan saya, jangan menunggu dan jangan ragu lagi untuk menjawabnya. Sesungguhnya dia tidak menghiraukan keadaan kita yang penuh kelemahan, Dia tetap mengundang kita. Sekalipun orang lain mengatakan kepada kita: ‘Engkau tidak layak diampuni, dosamu terlalu besar, gereja kami tidak akan mau menerima seorang pengacau seperti kamu’. Dengarkan Allah dengan lebih cermat lagi, Dia tidak mengeluarkan kita dari pintu rumahNya. Dia menerima kita apa adanya, maka datanglah sekarang.

2. Kasih Karunia Kristus Menyembuhkan Penyakit Dosa Manusia (Matius 9:12)

Setelah panggilan dari keadaan yang susah dan berdosa, tindakan selanjutnya yang Yesus lakukan yaitu langkah penyembuhan. Penyembuhan merupakan suatu awal dari kehidupan yang diperbaiki. Matius mendengar dan menanggapi panggilan Yesus dalam keadaan dirinya yang berdosa, tetapi pekerjaan Allah belum berhenti sampai di sana. Sebuah perubahan terjadi dalam kehidupannya. Perubahan ini disebabkan oleh tangan Allah yang bekerja melalui Tuhan Yesus, yang menyembuhkan dan yang menyentuh langsung kedalam kehidupan pribadi Matius.

Di ayat sebelumnya, kebenaran terbesar telah Yesus nyatakan. Bahwa tindakan-Nya dalam relasi sosial dengan manusia bukan dipengaruhi atas baik buruknya, melainkan melalui kemurahan hati, menghargai apa yang mereka butuhkan. Sebenarnya, ayat 12 ini merupakan sanggahan atas tuduhan orang Farisi kepada para murid: “Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?“. Pertanyaan ini memang bukan ditujukan untuk Yesus secara langsung, tapi Ia mendengar dan memberikan jawaban dengan menggunakan ilustrasi kehidupan sehari-hari.

Jawaban indah yang Tuhan Yesus berikan bahwa justru orang yang sakit membutuhkan tabib. Yesus tidak membenarkan dosa-dosa pemungut cukai dan dosa orang-orang lain. Tetapi Ia ingin mendekati mereka dalam kasihNya; karena itu Ia duduk bersama-sama dengan mereka; Ia bersekutu dengan mereka demi menyembuhkan jiwa rohani mereka. Orang-orang seperti pemungut cukai dan pendosa inilah yang mencari tabib rohani, dan oleh karena itu Yesus melayani mereka.

Sama seperti seorang tabib ingin mendatangi orang-orang sakit, seorang yang memberikan pengampunan seharusnya rindu dan berharap untuk datang di antara orang berdosa. Yesus memberi diriNya sendiri kepada mereka yang menyadari kebutuhan mendalam akan Dia. Perkataan Yesus ini juga berarti bahwa Dia mengadakan penuntutan terhadap sikap orang Farisi yang membenarkan diri sendiri.

Sebagai seorang tabib tidak seharusnya menjauhkan diri dari penyakit menular, tetapi tidaklah demikian dengan orang Farisi, mereka lebih suka menghakimi, bukan membantu. Mereka hanya mencintai diri sendiri, bukan sesamanya. Mereka kehilangan belas kasihan dan kemurahan terhadap sesama manusia, sekalipun dari luar tampak baik, banyak upacara dan memelihara hukum Taurat. Namun bukan kekudusan hati yang mereka miliki, bukan kebenaran yang mereka laksanakan. Perbedaan antara Yesus dan orang Farisi terletak pada konsepsi mereka mengenai prioritas kehendak Allah: bagi orang Farisi prioritas pertama adalah taat pada peraturan, bagi Yesus tujuan-Nya jelas kepada manusia. Keberadaan manusia lebih berharga dibandingkan peraturan dan hukum yang mati dan tidak bergerak.

Kerajaan Allah ialah diperuntukkan bagi orang yang ‘sakit ‘ secara rohani, yang bersedia untuk disembuhkan, dan dibersihkan. Manusia yang telah jatuh ke dalam dosa sama sekali tidak dapat berbuat apapun untuk menyembuhkan dirinya. Kehidupan manusia sejak kejatuhan Adam adalah seperti seorang pasien yang divonis kanker ganas dan tinggal menunggu waktu kematian, sama halnya seperti seorang terpidana yang menunggu vonis hukuman gantung. Dalam Roma 6:8 dikatakan “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.

Pekerjaan Tuhan Yesus dalam dunia ini memiliki bahkan sama dengan otoritas Allah. Karena itu Ia sanggup menyembuhkan orang yang kerasukan setan, Ia sanggup menyembuhkan orang lumpuh, orang buta, orang bisu, orang kusta, Ia juga sanggup meredakan angin ribut, membangkitkan orang mati. Tuhan Yesus melakukan semua itu berdasarkan belas kasihanNya pada manusia, bukan untuk menyatakan kehebatan Diri. Ia yang melakukan mukjizat dan perbuatan ajaib yang tidak terduga adalah Dia yang sanggup menyembuhkan dosa yang membelenggu diri manusia.

Sesungguhnya, tidak ada kuasa yang lebih besar di bumi dan di sorga daripada kuasa kasih karunia Allah melalui Yesus Kristus, yang datang menjadi manusia, menjamah dan menyembuhkan dosa manusia. Petrus, murid Tuhan Yesus yang tertidur ketika berdoa di Taman Getsemani, Petrus yang menyangkal Dia, Petrus yang ketakutan ketika diminta pengakuannya sebagai seorang murid Kristus, Petrus di kehidupan dosa masa lalunya, disembuhkan oleh keajaiban kasih karunia Kristus. Kesembuhan yang Petrus alami tersebut telah membangkitkan dia untuk melayani Tuhan secara giat dalam mengabarkan Injil.

Apa yang dapat dilakukan manusia jikalau tangan Allah sendiri turun ke atas pribadinya yang berdosa dan menyembuhkan penyakitnya? Itu menandakan bahwa Allah telah hadir dan menyatakan kasih karuniaNya untuk menyembuhkan dosa manusia

Aplikasi:
Marilah kita pikirkan tentang hal yang Allah ingin berikan bagi kita, tawaran cuma-cuma itu ada di hadapan kita. Dapatkah Anda dan saya memahami bagaimana kasih karunia itu menjadi bagian hidup kita dan menjadi antibiotik yang membunuh virus dosa kita, memurnikan hati kita, dan menjadikan sehat kembali? Mungkin Anda masih sulit menerima hal yang telah Allah kerjakan bagi kita saat ini, namun inilah kasih karunia itu. Ia menyembuhkan.

Saudara sekalian, kasih karunia Allah melalui Kristus telah dinyatakan, Ia memanggil kita, manusia berdosa dalam segala keberadaannya. Terlebih dari itu kasihNya sanggup menyembuhkan dosa-dosa kita. Allah memberikannya untuk kita, dan Allah rindu kita boleh menjawab panggilannya, Allah rindu untuk menjamah dosa kita agar kesembuhan terjadi. Masihkah kita mengeraskan hati atas pemberian Allah yang demikian besar ini? Kiranya setiap kita boleh mendengar suara Allah, merenungkanNya dan menanggapiNya, dan kemenangan atas dosa merupakan jaminan pasti yang Allah berikan melalui Kristus. Amin.