Saat Teduh Kristen hari ini: April 2020
Bacaan Alkitab
“… karena memang melihat mukamu adalah bagiku serasa melihat wajah Allah …”
Kejadian 33:10
Renungan
Pergumulan Yakub belum usai. Proses pembaruan hidup belum rampung. Setelah semalaman Yakub – kini Israel namanya – bergumul dengan Allah dan dengan diri sendiri, kini Yakub masih tetap harus menyelesaikan persoalan lamanya dengan Esau, yang pernah ditipunya. Memang demikianlah hidup manusia. Persoalan-persoalan demi persoalan muncul dan harus dituntaskan satu demi satu. Dan ketika kita berhasil mengatasinya, maka kita maju setapak dan bertumbuh selangkah.
Kisah perdamaian Yakub dan Esau ini luar biasa. Jika kita baca dengan teliti maka jelas dalam kisah ini digambarkan bahwa Esaulah – bukan Yakub! – yang sebenarnya berinisiatif mengusahakan perdamaian. Esau mau memaafkan Yakub yang telah merebut hak kesulungannya (Kej 27). Allah menggerakkan hati Esau untuk berani mengampuni. Sebenarnya Yakub gentar menghadapi Esau. Bahkan ia berniat “menyogok” kakaknya dengan pemberian-pemberian (ayat 8, 10-11). Namun Esau mengampuni Yakub bukan lantaran pemberian itu, namun karena Allah yang pengampun memampukan dia untuk melakukannya.
Berhadapan dengan wajah Esau, Yakub serasa melihat wajah Allah sendiri. Kita cenderung menilai pribadi seseorang dari wajahnya. Kita pun kerap tertipu karena menilai orang dari wajah manisnya. Namun kini, Yakub kembali berjumpa dengan wajah Allah, yang sehari sebelumnya dijumpainya dalam wajah “seorang laki-laki” di tepi sungai Yabok. Allah sendirilah yang sedang bekerja membawa perdamaian. Yang dituntut dari Yakub sebenarnya adalah sikap untuk berani mengaku salah dan menerima pengampunan itu.
Kita semua tentu pernah berselisih. Mari kita menyadari, bahwa Allah yang sudah mengubah kita, juga hadir dalam kehidupan musuh kita. Beranikah kita menatap wajah Allah di dalam wajah musuh kita dan menerima tawaran perdamaian dari-Nya?
Tatkala kita melihat wajah Allah di dalam wajah sesama kita, kita dimampukan untuk menerima karya Allah melalui karya sesama kita itu. |
Tambahkan komentar