Hikmat adalah sama baiknya dengan warisan dan merupakan suatu keuntungan bagi orang-orang yang melihat matahari.
Pengkhotbah 7:11
Menjaga toko itu harus seperti seorang tentara yang menjaga pos. Tidak boleh sembarangan ditinggal, takut ada musuh tiba-tiba datang menyerang. Juga tidak boleh semau-maunya dibuka atau ditutup. Ada atau tidak ada musuh yang menyerang, pos harus tetap dijaga,” demikian salah satu nasihat Papa saya yang sudah almarhum.
Nasihat yang tidak akan saya lupakan sampai kapanpun. Semakin dewasa dan dengan semakin banyaknya pengalaman hidup yang saya dapatkan, semakin saya mengerti kebenaran nasihat tersebut.
Ya, nasihat yang baik dari seorang papa yang notabene tidak pernah mengenyam seminar leadership apapun. Muncul dari pengalaman hidupnya, ia bisa mengeluarkan banyak nasihat yang bijaksana. Dan saya menyukai semua ajaran itu. Bahkan sampai hari ini, ada begitu banyak hal baik yang masih saya ingat, dan bahkan saya terapkan dalam hidup saya.
Pernyataan itu berawal dari situasi pada saat itu, kami memang memiliki sebuah toko. Walaupun bukan toko yang besar, tapi milik kami sendiri. Dan toko itu adalah kebanggaan papa saya. Ia memilikinya dari hasil keringatnya sendiri. Ia memulainya dari nol, dirintisnya sampai menjadi miliknya sendiri. Dan dari toko tersebut ia berhasil menghidupi keluarganya, istri dan kami ke-enam anak-anaknya. Wah, bisa dibayangkan memang tidaklah mudah.
Papa dan mama harus bangun pagi-pagi benar untuk kemudian membuka toko tersebut. Memang kelihatannya bukan hal yang sulit melakukannya, karena kami memang tinggal di dalam toko tersebut. Sepertinya tidak banyak diperlukan daya juang untuk melakukannya. Tapi saya yakin, anda tidak akan mengatakan demikian jika anda ada dalam posisi tersebut selama berpuluh-puluh tahun.
Setiap pagi, selama enam hari seminggu, duapuluh lima hari sebulan, bertahun-tahun, yang harus anda lakukan adalah bangun pagi-pagi, membersihkan diri, dan membuka pintu-pintu toko itu, dan membereskan barang-barang, membersihkannya, dan siap menerima pembeli.
Benar-benar dibutuhkan satu kesetiaan dan komitmen yang luar biasa. Tidak setiap orang bisa melakukannya dengan mudah. Dan setiap kali datang konsumen, seperti apapun mereka, maka tugas kami adalah menerima dengan senyum dan melayani sebaik mungkin. Usahakan supaya ketika mereka keluar dari toko, jangan sampai mereka tidak membeli satu barangpun dari toko kami. Itulah yang kami lakukan.
Rasanya anda mulai mengerti apa yang dimaksud dengan nasihat yang diberikan papa saya tadi kan? Tentu saja, dengan memiliki toko seperti ini, tidak ubahnya kami memiliki pos di tengah perang. Harus selalu ada penjaganya. Harus selalu ada orang yang siap menerima kedatangan siapapun. Memang dalam hal ini, bukan artinya konsumen itu adalah musuh. Tapi tidak mungkin kita membiarkan konsumen datang dan melenggang semaunya di toko kami.
Dilatih menjadi pedagang bukanlah hal yang terlalu sulit buat saya. Karena memang sejak muncul di dunia ini, saya langsung bisa mencium aroma pedagang. Saya tinggal dan dibesarkan di tengah-tengah dunia perdagangan. Bahkan bisa dikatakan saya hidup dan menghirup nafas di dalam toko tersebut. Bau barang-barang dagangan itu sepertinya sudah menyatu dalam darah daging saya. Mungkin itu salah satu sebabnya, kenapa sampai hari ini saya sangat menyukai bau kertas. Ya, saat itu orang tua saya memang memiliki toko alat tulis. Dan bau kertas adalah yang paling dominan dari semuanya. Saya suka sekali dengan bau tersebut, dan suka sekali jika melihat kertas tertumpuk rapi. Mungkin anda heran mendengarnya, tapi itulah kenyataannya. Mungkin itu pula sebabnya asal muasal saya menyukai buku-buku bacaan. Semua buku merupakan tumpukan kertas yang terpotong dan tersusun rapi, bukan? J
Dari sejak kecil pula saya dilatih untuk bertanggung jawab menjaga toko tersebut.
Hampir setiap hari, pada jam-jam tertentu, mama saya akan meminta kami anak-anaknya untuk bergantian menjaga toko tersebut. Biasanya dia memilih pada jam-jam yang memang tidak sibuk, sementara ia sendiri akan istirahat satu atau dua jam. Jujur, itu adalah jam-jam penyiksaan bagi kami. Karena dengan begitu, kami tidak bisa pergi ke rumah teman, atau melakukan aktivitas kami yang lain. Tapi toh, kami melakukannya. Aku menyayangi orang tuaku, dan sangat mengerti kalau mereka memerlukan istirahat.
Dan ternyata, apa yang kami lakukan tersebut sangat berguna untuk saat ini, setelah berpuluh-puluh tahun kemudian. Bekerja bukan lagi merupakan satu hal yang asing bagi kami. Melayani orang adalah satu gaya hidup bagi kami. Menjaga sikap dan selalu tersenyum bukanlah paksaan bagi kami. Itu semua sudah menyatu dalam diri kami. Dan itu dibentuk sejak kami masih sangat kecil. Thanks to my parents.
Kalau saya menuliskan apa yang masih bisa terkumpul dalam ingatan saya, itu karena saya rindu bisa membagikannya lagi kepada siapa saja yang mau belajar tentang kehidupan ini. Mereka yang mau mengalami perubahan, dan mau mengalami pembentukan karakter melalui sebuah perjuangan dari waktu ke waku.
Perubahan ada yang sifatnya instant, tapi lebih banyak yang melewati waktu yang panjang. Tapi kalau kita mau melewati setiap prosesnya, maka kita akan melihat dan merasakan banyak sekali manfaatnya.
Bersyukur saya memiliki orang tua yang hebat. Kesabaran mereka dalam membentuk kami anak-anaknya harus diacungi jempol. Padahal, mereka bukan lulusan kuliahan. Keduanya tidak mengenyam pendidikan yang terlalu tinggi. Papa hanyalah jebolan sekolah menengah di jaman Belanda. Tapi beliau sempat bekerja sebagai tenaga administrasi di Unilever jaman itu. Pengalaman administrasi itu menjadi kekuatannya dalam membangun usaha. Dan itu adalah salah satu yang ia turunkan kepada kami anak-anaknya, selain kemampuan berbahasa. Papa bisa beberapa bahasa sekaligus. Bahasa Belanda, Inggris, Mandarin dan tentu saja Melayu. Sayangnya kemampuan ini hanya menular sedikit. Saya hanya bisa mendalami bahasa Inggris saja. Saya kurang suka Belanda, dan sedikit kesulitan mempelajari Mandarin.
Falsafah hidup papa saya adalah Ora et Labora, berdoa sambil bekerja. Sangat umum kedengarannya. Tapi kalau anda tahu bagaimana kehidupan kami saat itu, maka anda akan mengerti bahwa falsafah ini benar-benar nyata dalam hidup kami.
Bagaimana tidak. Kami benar-benar membangun mezbah doa setiap hari. Bahkan ketika kami semua sudah terkantuk-kantuk, maka papa akan memaksa kami untuk berkumpul dan berdoa. Dan doa-doa yang dinaikkan adalah doa-doa rutin yang benar-benar membuat kami mengantuk. Bahkan tidak jarang beberapa diantara kami benar-benar tertidur di tengah-tengah doa tersebut. Tapi papa tidak pernah menyerah. Ia tetap menyuruh kami berdoa. Besoknya begitu lagi, besoknya juga, dan besoknya lagi. Terus begitu, setiap hari sepanjang kami masih tinggal bersama-sama di satu rumah.
Sekali lagi saya tuliskan, perubahan itu tidak semuanya instant. Saya sangat percaya dengan proses kehidupan. Itulah yang membentuk saya menjadi seperti hari ini.
Hasil taburan benih, yang papa lakukan dari waktu ke waktu, membentuk kami anak-anaknya menjadi seperti adanya kami hari ini. Hasil dari kesabaran seorang papa, yang menanamkan dasar-dasar rasa takut akan Tuhan. Bagaimana menggantungkan seluruh pengharapanmu kepada Tuhan. Bagaimana kami dilatih untuk melihat kebesaran Tuhan. Menyaksikan doa-doa kami dijawab. Semuanya adalah hal yang luar biasa.
Hari ini, ketika saya menuliskan kembali semuanya ini, disertai dengan tekad untuk menjadi orang tua yang baik bagi anak-anak saya. Menjadi teladan dan membimbing mereka dengan cara yang sama yang saya dapat dari orang tua saya.
Memang jaman sudah sangat berubah. Tapi apa yang papa mama saya taruh dalam hidup saya, masih sangat relevan untuk jaman ini. Dan ketika kami menerapkannya pada anak-anak kami sekarang, ada banyak hal yang masih bisa dilanjutkan.
God is good. Dia akan terus membukakan banyak rahasia kehidupan kepada kita yang mau diproses olehNya. Dan apa yang saya tuliskan ini, dan ada banyak lagi yang lain nanti, itu semua adalah anugerah, hasil satu hubungan yang dekat dari papa dengan Tuhan. Saya akan coba menuliskan semuanya, sebagai satu ekspresi rasa syukur dan bangga akan semua yang dilakukan orang tua kami selama ini. God bless them. Miss them much….
Tambahkan komentar