Apakah yang akan anda katakan terhadap seorang ayah yang tidak berhasil menjaga /melindungi anaknya dari ancaman bahaya…?. Anda tentu akan mengatakan bahwa dia bukanlah seorang ayah yang baik. Apakah yang akan anda katakan terhadap seorang sahabat yang melihat dan mengetahui bahwa anda akan melalui sebuah jalan yang penuh bahaya dan resiko kecelakaan, tetapi dia tidak berusaha menghalangi anda dan memberikan nasehat agar anda menghentikan perjalanan, ya sahabat tersebut bukanlah seorang sahabat yang berguna. Bagaimana dengan seorang dokter yang telah mengetahui bahwa anda mengidap penyakit yang membahayakan jiwa anda, tetapi dokter tersebut hanya berkata :”makanlah dua aspirin dan pulanglah untuk beristirahat di rumah!. Perhatian dan keseriusan dokter tersebut patut dipertanyakan. Bagaimana dengan seorang polisi yang melihat asap mengepul diatap sebuah rumah atau melihat perampok membongkar jendela sebuah rumah, tetapi polisi tersebut pantas untuk dipecat karena tidak dapat melaksanakan tugasnya denga baik. Pertanyaan yang seupa masih dapat dilanjutkan, tetapi baiklah dihentikan dengan sebuah pertanyaan yang lain. Apakah yang akan anda katakan terhadap seorang Pendeta yang telah memberitakan berita tentang kasih setia Allah dengan pengampunannya?, tetapi tidak memberitakan kepada jemaatnya tentang ”Murka Allah ?”, Pendeta tersebut sebenarnya telah melakukan tindakan yang merugikan anda !
Dalam masyarakat / jemaat kita, berbincang tentang “murka Allah”, bukanlah suatu perkerjaan yang “enak dan gampang”, hal tersebut berkaitan dengan norma sopan santun yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan kita sehari – hari. Mungkin pada waktu membaca judul tulisan ini saja sudah banyak diantara kita yang merasa dan berkata dalam hati ”Apa betul begitu…? Masakan begitu…?. Oleh karena itu, marilah kita ikuti apa yang telah disajikan oleh nabi Nahum ( Ayat 2 – 6 ) :”Tuhan itu Allah yang cemburu dan pembalas. Tuhan itu pembalas dan penuh kehangatan amarah. Tuhan itu pembalas kepada lawanNya. Dan pendendam kepada para musuhNya. Tuhan itu panjang sabar dan besar kuasa, tetapi Ia tidak sekali kali membebaskan musuh dari hukuman orang yang bersalah. Ia berjalan dalam puting beliung dan badai dan awan adalah debu kakiNya. Ia menghardik laut dan mengeringkannya, dan segala sungai dijadikanNya kering. Basan dan Karmel menjadi merana dan kembang Libanon menjadi layu. Gunung – gunung gemetar terhadap Dia, dan bukit – bukit mencair. Bumi menjadi sunyi sepi dihadapanNya, dunia serta seluruh penduduknya. Siapakah yang tahan berdiri menghadapi geramNya ?. Dan siapakah yang tahan tegak terhadap murkaNya yang menyala – nyala ?. Kehangatan amarahNya tercurah seperti api, dan gunung – gunung batu menjadi roboh dihadapanNya”.
Dalam kitabnya, Nahum dengan tegas dan gamblang menggambarkan uraian tentang murka Allah. Ketika murka Allah mencapai puncaknya terhadap dosa, maka Allah akan menjatuhkan hukuman yang sangat berat. Orang – orang yang berdosa akan terus dihadapkan pada proses penghukuman yang sangat berat, tetapi sebaliknya, orang – orang yang setia pada Allah akan selalu dilindungi oleh kasih setiaNya.
Namun demikian, banyak jemaat / gereja yang sering menghindari penelaahan / pembicaraan tentang murka Allah, mereka lebih senang dan lebih sering memberitakan tentang kasih setia Allah, pengampunan ataupun karunia dan berkatnya. Pemberitahuan seperti ini dapat dikatakan sebagai pengajaran yang tidak lengkap. Lebih jauh lagi, pengajaran tanpa membicarakan tentang murka Allah dapat dikatakan sebagai pengajaran yang tidak benar tentang diri Allah, karena “Dia adalah Allah yang pemurka”. Masalahnya bukan apakah kita menyukainya, atau mengingininya, atau menyetujuinya. Kita mengimani bahwa Allah adalah Allah yang baik, indah, penuh kasih setia dan pemaaf. Dalam keadaan seperti inilah kita perlu memahami bahwa Allah itu juga adalah Allah yang pemurka. Murka Allah adalah keadaan yang sebenarnya di dalam diriNya yang Adil, Setia dan Benar berhadapan dengan dosa, murka Allah terhadap dosa tumbuh dari dirinya yang sebenarnya. Hal ini sesuai dengan keadilan dari hukumannya dan kebenaran dari sifatnya ”Allah selalu harus menghukum dosa”.
Sesungguhnya “Allah tidak berkenan kepada kematian orang fasik, melainkan Allah berkenan kepada pertobatan orang fasik itu dari kelakuannya supaya ia hidup.
Yehezkiel 33 : 11
Allah tidak berkenan kepada penghukuman orang – orang yang tidak benar, tetapi Dia harus meghukum karena Dia adalah Allah yang pemurka. Dalam murkaNya asap membubung dari hidungnya, api menjilat keluar dari mulutnya, bara menyala keluar keluar dari padaNya ( Mzm. 18 : 9 ). Selanjutnya Musa berkata “tetapi tidaklah sekali – kali membebaskan orang yang bersalah dari hukuman, yang membalaskan kesalahan Bapa kepada anaknya dan cucunya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat ( Kel. 34 : 7 ). Musa juga mengatakan pernyataan Allah “ Maka Aku membalas dendam kepada lawanku dan mengadakan pembalasan kepada yang membenci Aku ( Ul. 32 : 41 ). Dalam Perjanjian baru dikatakan : “Dia Bapa yang tanpa memandang muka, menghukum semua orang menurut perbuatannya maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini. ( 1 Petr. 1 : 7 ).
Jadi sungguh terang bagi kita, bahwa Allah itu adalah pemurka, kita tidak dapat melawannya dan menghindarinya. Uraian ini menjelaskan kepada kita keadaan dan sifat Allah yang sebenarnya, dengan kata lain ” lebih baik kita mengalami kesukaran untuk memahaminya sekarang, ketimbang kita terjerumus ke dalam dosa di kemudian hari” pemahaman tentang murka Allah, menunjukkan ”ketidaksetujuan Allah” terhadap dosa serta penghukumanNya yang sangat keras dan tegas terhadap dosa, Allah sangat tidak menyenangi dosa, Allah sangat murka pada dosa, dosa itu harus dihukum berat dan dihapuskan dari muka bumi ini. Sekali lagi ditegaskan bahwa Allah sangat membenci dosa, apakah dosa kecil, dosa sedang maupun dosa besar karena Dia adalah Allah yang Mahasuci, maka dosa itu sangat menjijikkan” ( bahasa manusia ) bagi Allah.
Dari uraian diatas, kita dapat mengatakan bahwa murka Allah tersebut adalah bagian dari kesempurnaannya. Allah adalah Mahasuci, Mahamulia dan Maha pengampun. Sejalan dengan sifat dan keadaannnya yang sempurna tersebutlah timbul dalam dirinya sifat pemurka dan cemburu, terutama terhadap dosa. Ketika kesabarannya terhadap dosa telah dilampaui….maka Allah akan memotong manusia dari kasih setianya. Allah tidak memancarkan kasihNya, kesabarannya dan dukungannya lagi kepada manusia. Kita harus menyadari dan memahami bahwa kebaikan Allah sebetulnya sangat seimbang dengan kekerasannya. Kebaikan dan kekerasan terdapat dalam diri Allah secara seimbang.
Jadi murka Allah harus digambarkan dalam proses pembelajaran tentang Allah. Murka Allah tidak sama dengan “kemarahan manusia”. Mungkin alasan kita untuk menghindari penelaahan terhadap murka Allah, karena kita menyangka proses timbulnya murka Allah itu serupa dengan proses timbulnya kemarahan manusia. Seorang manusia akan menjadi marah jika tersinggung perasaannnya, padahal Allah tidak pernah tersinggung perasaaanNya !. Kelebihan dan keistimewaan Allah adalah bahwa Allah dapat membuat keseimbangan antara Kasih Setianya dengan murkanya…Sekali lagi, Dia adalah Allah yang penuh kasih setia dan Allah yang Pemurka dan Pembalas. Amin.
Tambahkan komentar